Selasa, 04 September 2012

3 Macam Orang Yang Tidak Ditolak Do'a nya

Assalamu'alaikum Warohmatullah Wa Barokatuhu Tirmidzi dan Ibnu Majjah meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda : " Tiga macam orang yang tidak di tolak doanya : pertama adalah Orang yang berpuasa hingga ia berbuka, Kedua adalah Imam Yang adil dan Ketiga adalah doa orang yang teraniyaya. " Tirmidzi menggolongkan hadis di atas sebagai hadis Hasan. Terkabulnya dia juga mememiliki beberapa sarat dan ketentuan sesuai dengan yang diajarkan oleh baginda Nabi saw. Berikut adalah Beberapa Syarat Terkabulnya Doa seorang Muslim. Pertama, ikhlas. Ibnu Katsir mengatakan bahwa setiap orang yang beribadah dan berdo’a hendaknya dengan ikhlas serta menyelisihi orang-orang musyrik dalam cara dan madzhab mereka2. Kedua, ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, termasuk dalam segala bentuk ibadah.  Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzaab 21) Ketiga, yakin bahwa do’anya akan dikabulkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berdo’alah kalian kepada Allah dalam keadaan yakin akan terkabulnya do’a itu” (HR. Tirmidzi). Jika seorang hamba berdo’a kepada Allah sementara ia tidak yakin Allah akan mengabulkan do’anya, maka itu adalah sebuah kesia-siaan. Umar Ibnul Khattab pernah mengatakan, “Aku tidak membebani diriku dengan keinginan untuk terkabulnya do’a. Aku hanya ingin berharap agar tetap bisa berdo’a”3. Allah berfirman (yang artinya), “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir  60). Keempat, kekhusyukan di hadapan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan do’a dari seseorang yang lalai dan tidak serius” (HR. Tirmidzi). Seringkali seseorang berdo’a setelah sholat namun tidak merasakan apa yang diucapkannya. Seorang tabi’in pernah mengatakan, “Sungguh, aku tahu kapan do’aku akan dikabulkan”. Mereka bertanya, “Bagaimana itu bisa?” Ia menjawab, ”Jika hatiku telah khusyuk, kemudian badanku juga ikut khusyuk, dan akupun mengalirkan air mata. Ketika itulah aku mengatakan do’aku ini akan dikabulkan”4. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Tahukah kalian bagaimana seharusnya seorang muslim berdo’a?” Mereka bertanya, “Bagaimanakah itu wahai Imam?” Beliau menjawab, “Tahukah kalian bagaimana seseorang yang berada di tengah gelombang lautan, sementara ia hanya memiliki sebatang kayu, dan iapun akan tenggelam? Kemudian orang ini berdo’a dengan mengatakan, ‘Ya Rabbi, selamatkanlah aku! Ya Rabbi, selamatkanlah aku!’ Maka demikianlah seharusnya seorang muslim berdo’a (kepada Allah)”5. Hal ini memperlihatkan bahwa sudah selayaknya seorang hamba yakin bahwa tidak ada lagi yang mampu menyelamatkannya selain Rabbnya sehingga ia akan kembali kepada-Nya dalam keadaan apapun dan berdo’a kepada-Nya karena rasa membutuhkan yang lahir dari kelemahan diri. Allah berfirman (yang artinya), “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan jika ia berdo’a kepada-Nya…” (QS. An Naml 62). Kelima, tidak isti’jal (tergesa-gesa minta cepat terkabulnya do’a). Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Akan dikabulkan do’a seseorang di antara kalian sepanjang ia tidak tergesa-gesa. Ia berkata, ‘Aku telah berdo’a dan berdo’a, namun aku tidak melihat terkabulnya do’aku’, sehingga iapun tidak lagi berdo’a” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Orang yang tergesa-gesa dalam berdo’a kemudian meninggalkannya karena merasa tak juga dikabulkan do’anya bagaikan orang yang menanami ladangnya dengan menabur benih. Namun ketika benih itu mulai tumbuh, ia mengatakan, “Agaknya benih-benih ini tidak akan tumbuh”, dan kemudian ia meninggalkannya begitu saja. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Allah bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, apakah hamba-Ku berdo’a kepada-Ku?” Jibril menjawab, “Ya”. Allah bertanya lagi, “Apakah ia menghiba kepada-Ku dalam meminta?” Jibril menjawab, “Ya”. Maka Allah berfirman, “Wahai Jibril, tangguhkanlah (pengabulan) permintaan hamba-Ku, sebab Aku suka mendengar suaranya”6. Keenam, hanya makan yang halal, termasuk di dalamnya adalah menghasilkan harta dari sesuatu yang halal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak akan menerima selain yang baik. Allah memerintah orang-orang mukmin seperti apa yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul” (HR. Muslim, Tirmidzi). Dalam firman-Nya, Allah memerintahkan (yang artinya), “Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yng baik-baik, dan kerjakanlah amal sholih…” (QS. Al Mu’minuun 51). Ketujuh, tidak berdo’a untuk sesuatu yang berdosa. Dari Abu Said, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang muslim berdo’a dan tidak memohon sesuatu yang berdosa atau pemutusan kerabat kecuali akan dikabulkan oleh Allah salah satu dari tiga: Akan dikabulkan do’anya, atau ditunda untuk simpanan di akhirat, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya” (HR. Ahmad 3/18. Imam Al-Mundziri mengatakannya Jayyid (bagus) Targhib 2/478)7. Kedelapan, husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah bahwa Dia akan mengabulkan do’a kita. Kalaupun  tak dikabulkan, itu karena hikmah yang Allah lebih mengetahuinya. Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman (yang artinya), "Aku bergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku" (HR Bukhari). Sekian, semoga bisa menjadi pelajaran kita bersama, untuk bisa menjadi lebih baik kedepannya. Waasalamu'alaikum Warohmatullah Wa Barokatuhu

Keutama'an Bulan Syawal

Assalamualaikum Warohmatullah Wa Barokaatuhu Bulan Syawal merupakan bulan peningkatan, peningakatan amal ibadah setelah melalui latihan dan ujian selama berpuasa pada bulan Ramadhan. Amalan yang terkenal dalam bulan Syawal adalah amalan puasa 6 Hari pada bulan tersebut. Berikut adalah beberapa hadis yang menjelaskan ketutamaan berpuasa 6 Hari pada pada bulan Syawal HADITS BERKAITAN PUASA SYAWAL Dari Abu Ayyub al Anshari Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :  عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun”. [Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasaa-i dan Ibnu Majah]. Dari Tsauban maula (pembantu) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا رواه ابن ماجه والنسائي ولفظه  “Barangsiapa yang melakukan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri, maka, itu menjadi penyempurna puasa satu tahun. [Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya – QS al An’am/6 ayat 160-]”. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Nasaa-i dengan lafazh : جَعَلَ اللهُ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا فَشَهْرٌ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ تَمَامُ السَّنَةَ "Allah menjadikan (ganjaran) kebaikan itu sepuluh kali lipat, satu bulan sama dengan sepuluh bulan; dan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri merupakan penyempurna satu tahun". Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dengan lafazh : صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بِشَهْرَيْنِ فَذَلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ "Puasa bulan Ramadhan, (ganjarannya) sepuluh bulan dan puasa enam hari (sama dengan) dua bulan. Itulah puasa satu tahun". Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan lafazh : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَسِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَقَدْ صَامَ السَّنَةَ "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan enam hari pada bulan Syawwal, berarti sudah melaksanakan puasa satu tahun". Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَه بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ رواه البزار وأحد طرقه عنده صحيح “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengiringinya dengan enam hari dari bulan Syawwal, maka seakan dia sudah berpuasa satu tahun”. [Diriwayatkan oleh al Bazzar, dan salah satu jalur beliau adalah shahih] PELAKSANAAN PUASA 6 HARI BULAN SYAWAL Untuk hari pelaksanaannya, di sesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang kita miliki, selama masih pada bulan syawal, tapi karna menyegerakan perbuatan baik lebih utama, maka puasa 6 Hari pada Bulan syawal sebaiknya dilaksanakan sesegera mungkin setelah perayaan Iedil Fitri. Sekian semoga Allah memberikan kita waktu dan kesempatan untuk melaksanakan puasa pada bulan Syawal ini.... Wassalamualaikum Warohmatullah Wa Barokaatuh