Rabu, 11 April 2012

HAKIKAT KEIMANAN DAN BUAHNYA

Keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia dengan Dzat yang Maha Menciptakannya. Sebabnya yang sedemikian ini ialah karena manusia adalah semulia mulia makhluk Tuhan yang menetap di atas permukaan bumi, sedang semulia-mulia yang ada di dalam tubuh manusia itu ialah hatinya dan semulia-mulia sifat yang ada di dalam hati itu adalah keimanan. 

Dari segi ini dapatlah kita maklumi bahwasanya mendapatkan petunjuk sehingga menjadi manusia yang beriman, adalah seagung-agung kenikmatan yang dimiliki oleh seseorang, juga semulia-mulia kurnia Allah Ta'ala yang dilimpahkan kepada hambaNya secara mutlak. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman: 

"Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan memimpin kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 17) 

Allah Ta'ala berfirman pula: 

"Tetapi Allah telah menimbulkan cintamu kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu perhiasan dalam hatimu dan ditumbuhkan pula oleh Allah itu rasa kebencian dalam hatimu terhadap kekufuran, kejahatan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang benar. Demikian itu adalah suatu kurnia dan kenikmatan dari Allah. " (Al-Hujurat: 7) 

Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja ataupun hanya semacam keyakinan dalam hati belaka, tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani dan dari situ akan muncul pulalah bekas-bekas atas kesan-kesannya, sebagaimana munculnya cahaya yang disorotkan oleh matahari dan juga sebagaimana semerbaknya bau harum yang disemarakkan oleh setangkai bunga mawar. 

Salah satu daripada kesan-kesan keimanan itu ialah apabila Allah dan RasulNya dirasakan lebih dicintai olehnya dari segala sesuatu yang ada. Ini wajiblah ditampakkan, baik dalam ucapan, perbuatan dan segala geraknya dalam pergaulan dan sewaktu sendirian. jikalau dalam kalbunya itu dirasakan masih ada sesuatu yang lebih dicintai olehnya daripada Allah dan Rasu1Nya, maka dalam keadaan semacam ini dapatlah dikatakan bahwa keimanannya memang sudah masuk, tetapi akidahnya yang masih goyang. . 

Perhatikanlah firman Allah Ta'ala ini: 

"Katakanlah: `Jikalau ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, kekayaanmu yang kamu semua peroleh, perniagaan yang kamu semua khuatirkan ruginya dan tempat kediaman yang kamu semua sukai itu lebih dicintai olehmu daripada Allah dan RasulNya serta berjuang fi sabilillah, maka nantikanlah sehingga Allah akan mendatangkan perintahNya (perintah membinasakan). Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik. " (At-Taubah: 24) 

Menilik ayat di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa kehidupan di dunia dengan segala apa yang ada di dalamnya seperti orang tua, anak, cucu, saudara, isteri atau suami, keluarga, harta, perniagaan, rumah dan lain-lain itu, jikalau semua itu ada salah satunya yang masih lebih dicintai oleh seseorang melebihi kecintaannya kepada Allah dan RasulNya, maka baiklah ia menunggu saja siksaan Allah Ta'ala yang akan menimpa dirinya. Orang semacam itu pasti hatinya lebih sibuk untuk memikirkan apa-apa yang dicintainya itu daripada memperhatikan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah guna dilaksanakan dan apa-apa yang dilarang olehNya guna dijauhi. 

Keimanan itu memang tidak mungkin dapat sempurna melainkan dengan rasa cinta yang, hakiki, yang senyata-nyatanya dan yang sebenar-benarnya. Cinta itu ialah yang ditujukan kepada Allah Ta'ala, kepada RasulNya dan kepada syari'at yang diwahyukan oleh Allah kepada RasulNya itu. Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkanlah sabda Rasulullah s. a. w., demikian: 

"Ada tiga perkara yang barangsiapa sudah memiliki ketiganya itu, maka ia akan dapat merasakan kelezatan nikmatnya keimanan, yaitu: (1) Apabila Allah dan RasulNya itu lebih dicintai olehnya daripada yang selain keduanya itu. (2) Apabila seseorang itu mencintai orang lain dan tidaklah mencintanya itu, melainkan karena Allah juga (mengharapkan keridhaan Tuhan). (3) Apabila seseorang itu benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka. " (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim) 

Rasulullah s. a. w. bersabda pula: 

"Belum sempurnalah keimanan seseorang dari kamu semua sehingga saya lebih dicintai olehnya melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anaknya, juga dirinya sendiri yang ada di antara kedua lambungnya dan seluruh manusia. " (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim) 

Umar r. a. pernah datang kepada Rasulullah s. a. w. lalu berkata: 

"Ya Rasulullah, sebenarnya bahwa Tuan itu yang paling kucintai melebihi segala sesuatu selain diriku sendiri." Beliau lalu bersabda: 

"Tidak boleh, hai Umar, sehingga akulah yang lebih kau cintai daripada dirimu sendiri." Umar berkata lagi: "Demi Allah yang mengutus Tuan dengan benar, sesungguhnya Tuanlah yang lebih kucintai dari diriku sendiri." 

Beliau s.a.w. lalu bersabda pula: 

"Nah, sekarang, hai Umar, sekarang benar-benar sempurna keimananmu. " 

"Tidak sempurnalah keimanan seseorang, sehingga ia dapat mengikutkan keinginan hatinya itu sesuai dengan agama yang saya bawa ini (yakni kemahuannya disesuaikan dengan hukum-hukum agama). " 

Sebagaimana keimanan itu dapat membentuk buah yang berupa kecintaan, maka ia harus pula dapat menimbulkan buah lain yang berupa perjuangan (jihad) dan berkorban untuk meninggikan kalimatullah yakni bahwa agama Allah harus di atas segala-galanya. juga mengadakan pembelaan untuk mengibarkan setinggi-tingginya bendera kebenaran, berusaha segigih-gigihnya untuk menolak adanya penganiayaan, kezaliman dan kerosakan yang dibuat oleh manusia yang sewenang-wenang di atas permukaan bumi ini. 

Banyak sekali keimanan itu dirangkaikan penguraiannya dengan persoalan jihad, karena memang jihad ini adalah jiwa keimanan dan itu pula yang merupakan kenyataan amaliahnya. 

Allah Ta'ala berfirman: 

"Hanyasanya kaum mukminin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian tidak pernah bimbang lagi dan berjihad dengan harta dan dirinya untuk mengagungkan agama Allah, maka mereka itulah orang-orang yang benar. " (Al-Hujurat: 15) 

Allah Ta'ala berfirman pula: 

"Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman dengan memberikan syurga kepada mereka itu, mereka berperang fi sabilillah dan oleh sebab itu mereka lalu membunuh dan terbunuh, menuruti janji yang sebenarnya dari Allah yang tersurat dalam kitab Taurat, Injil dan Quran. Siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah itu? Oleh karena itu, maka bergembiralah kamu semua dengan perjanjian yang telah kamu semua perbuat. Demikian itu adalah suatu keuntungan yang besar sekali." (At-Taubah: 111) 

Perjuangan sebagaimana di atas itu sudah tampak nyata di kalangan kaum mukminin yang pilihan yakni mereka yang hidup dalam permulaan waktu perkembangan Islam yang jaya, sehingga patutlah bahwa mereka itu memperoleh pujian Allah Ta'ala, sebagaimana firmanNya: 

"Di antara orang-orang yang beriman itu ada beberapa orang yang menepati apa yang telah dijanjikannya kepada Tuhan, di antaranya ada yang mati syahid dan di antaranya ada pula yang sedang menantikan kematian syahid itu dan mereka tidak ada yang berubah barang sedikit pun. " (Al-Ahzab: 23) 

Adapun kesan keimanan itu tampak nyata sekali dalam ketakutannya kepada Allah Ta'ala serta segan padaNya. Sebabnya ialah karena seseorang yang sudah mengetahui dan menginsafi benar-benar akan kedudukan Allah, menyadari pula akan kemaha-agunganNya, merasakan kebesaran kekuasaan dan kemuliaanNya, kemudian mengerti pula kekuasaan dan kemuliaanNya, kemudian mengerti pula keadaan dirinya sendiri yang sangat lalai, gelabah dan kurang banyak menaruh perhatian pada hak-haknya Allah Ta'ala, maka tentulah orang yang sedemikian ini akan menjadi sangat takut dan segan kepada Tuhannya. 

Allah Ta'ala berfirman: 

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah para ulama." (Fathir: 2)

Inilah yang merupakan tanda dari prang-prang yang berpegang teguh pada kebenaran serta memperjuangkan betul-betul akan keluhuran agama Allah Ta'ala. 

Dalam hal ini Allah berfirman: 

"Orang-orang yang teguh agamanya ialah orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka itu takut kepadaNya dan tidak ada seseorang pun yang ditakuti melainkan Allah. Cukuplah Allah itu pembuat perhitungan. " (Al-Ahzab: 39) 

Manakala kema'rifatan kepada Allah itu sudah lebih sempurna, maka ketakutan kepadaNya itu akan lebih mendalam pula. Rasulullah s. a. w. bersabda: 

"Sesungguhnya saya adalah orang yang lebih mengetahui tentang DzatNya Allah itu dan sayalah yang paling takut kepadaNya itu." 

Sebesar-besar hal yang ditampakkan oleh keimanan itu ialah berpegang teguh pada wahyu, sebab memang wahyu itulah yang merupakan sumber yang paling jernih yang sama sekali tidak dicampuri oleh kotoran hawa nafsu atau bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh perkiraan atau persangkaan. 

Berpegang teguh kepada wahyu Ilahi itulah yang justeru merupakan perhubungan yang seerat-eratnya dengan Allah Ta'ala itu sendiri. Hal itu dapat diperoleh dengan mudah sekali tanpa menggunakan perantara dan yang sedemikian ini adalah setepat-tepatnya cara berhubungan sebab dapat dilakukan secara langsung. 

Seluruh kaum mukminin tentunya harus mengarahkan pandangannya ke arah ini, sehingga tidak bercampur-baurlah kebenaran yang menjadi kepercayaan mereka itu dengan berbagai macam kebatilan yang dibikin-bikin oleh manusia serta pengertian-pengertian yang keluar dari penafsiran manusia sendiri. 

Allah Ta'ala berfirman: 

"Hanyasanya ucapan-ucapan kaum mukminin itu, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, supaya Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, mereka lalu mengatakan: "Kita mendengar dan kita pun mentaatinya". Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, juga takut dan bertagwa kepadaNya, maka itulah orang-orang yang memperoleh kebahagiaan. " (An-Nur: 51-52) 

Allah Ta'ala berfirman pula: 

"Bagi seorang yang beriman, baik lelaki atau perempuan, apabila Allah dan RasulNya sudah menetapkan suatu keputusan, mereka tidak akan memilih menurut kemauannya sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa yang tidak mentaati Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (Al-Ahzab: 36) 

Lagi firmanNya: 

"Tetapi, tidak! Demi Tuhanmu. Mereka itu belum beriman dengan sebenarnya, sehingga mereka suka meminta keputusan kepadamu (Muhammad) dalam perkara -perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak menaruh keberatan dalam hatinya terhadap putusan yang engkau adakan dan mereka menyerah dengan penyerahan yang sepenuh-penuhnya. " (An-Nisa': 65) 

Keimanan itu akan menimbulkan ikatan yang beraneka ragam. Ia akan dapat merupakan tall pengikat antara kaum Muslimin dengan Allah. Tali pengikat itu berupa kecintaan dan kesukaan. Juga akan menumbuhkan hubungan yang erat sekah antara sesama kaum mukminin itu sendiri, antara yang seorang dengan lainnya, yang didasarkan atas landasan kekasih sayangan serta kerahmatan. 

Tetapi keimanan juga dapat menumbuhkan hubungan antara kaum mukminin dengan para musuh Tuhan yang hendak menghalang-halangi jalan yang benar, yaitu atas dasar kekerasan dan ketegasan sikap. 

Perhatikanlah firman Allah Ta'ala ini: 

"Hai orang-orang yang beriman. Barangsiapa yang surut kembali dari agamanya, maka nanti Allah akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan mereka pun mencintaiNya. Mereka itu bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Mereka berjuang di jalan Allah dan tidak takut pada celaan dari orang yang mencelanya. Demikian itulah keutamaan Allah yang dikurniakan kepada siapa yang dikehendakiNya. Allah adalah Maha Luas pemberianNya serta Maha Mengetahui. " (Al-Maidah: 54) 

Sifat-sifat sebagaimana di atas itu telah jelas tampak dalam peribadi Rasulullah s. a. w. serta sekalian sahabatnya, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta'ala: 

"Muhammad adalah pesuruh Allah dan orang-orang yang besertanya itu bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang antara sesama mereka. Engkau melihat mereka rukuk dan sujud, mencari keutamaan dari Allah serta keridhaanNya. Di wajah mereka ada tanda-tanda bekas sujud (pada air mukanya membayang cahaya keimanan dan kesucian batin). Itulah perumpamaan mereka dalam Taurat dan perumpamaan mereka dalam Injil, yaitu sebagai tanaman yang mengeluarkan tunasnya yang lembut, kemudian bertambah kuat dan besar, dapat tegak di atas batangnya, menyebabkan orang-orang yang menanam itu menjadi keheran-heranan, tetapi dapat menyebabkan orang-orang yang kafir menjadi marah sekali. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, bahwa mereka akan memperoleh pengampunan dan pahala yang besar. " (Al-Fath: 29) 

Amal perbuatan yang shalih yang dengannya itu jiwa dapat menjadi suci, hati menjadi bersih dan kehidupan menjadi tenang, sentosa dan makmur adalah merupakan salah satu bekas yang ditimbulkan oleh rasa keimanan yang mendalam. 

Oleh sebab itu dalam Al-Quran seringkah terdapat ayat-ayat yang merangkaikan persoalan keimanan itu dengan amalan yang shalih, karena memang keimanan itu apabila sunyi dari amal perbuatan yang shalih, maka itu adalah keimanan yang dijangkiti oleh penyakit. jadi keimanan yang demikian itu adalah sebagai pohon yang tidak menumbuhkan buah-buahan apa pun dan tidak pula mengeluarkan daun yang rindang, sehingga dapat digunakan berteduh di bawahnya, pohon yang sedemikian itu lebih baik dilenyapkan saja daripada tetap ada. 

Tetapi sebaliknya apabila suatu perbuatan yang tampaknya baik, jikalau tidak disertai dengan rasa keimanan, maka amalan yang sedemikian itu adalah merupakan perbuatan riya' atau pameran dan pula sebagai suatu perilaku kemunafikan. Kemunafikan dan pameran itu adalah sejahat jahatnya sifat yang hinggap dalam hati seseorang manusia. Resapkanlah firman Allah Ta'ala ini: 

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Demi masa. Sesungguhnya manusia itu niscaya dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang baik, saling mewasiati untuk menetapi kebenaran dan saling mewasiati untuk berhati sabar." (Al-`Ashr: 1-3) 

Keimanan yang dapat membuahkan amal shalih itulah keimanan yang diajarkan oleh Al-Quran dan itu pulalah keimanan yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala agar dimiliki oleh semua hamba-hambaNya. 

Keimanan itu apabila telah menjadi suatu kenyataan yang sehebat-hebatnya, maka ia dapat berubah dan beralih sehingga merupakan suatu tenaga atau kekuatan yang tanpa dicari-cari akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan ini, sebab keimanan tadi akan mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap dan kemauan, mengubah kekalahan menjadi kemenangan, keputus-asaan menjadi penuh harapan dan harapan ini akan dicetuskan dalam perbuatan yang nyata. 

Allah Ta'ala berfirman: 

"Sesungguhnya Kami (Allah) akan menolong Pesuruh-pesuruh (Rasul-rasul) Kami dan orang-orang yang beriman, dalam kehidupan dunia ini dan pada hari berdirinya para saksi (hari kiamat)." (Ghafir: 51)' 

Allah Ta'ala berfirman pula: 

"Dan sudah menjadi hak Kami untuk memberi pertolongan kepada orang-orang yang beriman itu." (Ar-Rum: 47)