Jumat, 30 Maret 2012

Hawa Nafsu

Hawa nafsu terdiri dari dua perkataan: hawa dan nafsu. "Dalam bahasa Melayu 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan perkataan hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula bererti keberahian atau keinginan bersetubuh.[1]"

"Ketiga-tiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat)berasal dari bahasa Arab:

Hawa: sangat cinta; kehendak.

Nafsu: roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha.

Syahwat: keinginan untuk mendapatkan yang lazat; berahi.[2]"

Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.

Memperturuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.

Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman,keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.

Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan dijalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.

Jujur Itu Emas

Ada sabuah kisah ... bahwa konon pada suatu hari, iblis telah meghadap Allah, lalu menyerahkan surat yang berisikan perletakan jabatannya, dari tugas2 rasminya yaitu bagi menyesatkan manusia. Lalu iblis mengatakan: “Hamba sudah tak sanggup lagi menggoda manusia, wahai Gusti Yang Mulia”. Allah kemudian bertanya, “Hai iblis kenapa engkau lakukan ini? Apa alasanmu mau segera meletakkan jabatan, sedang jabatan kamu itu adalah `tetap dan tanpa pencen2.” Iblis menahan nafas panjang, sebelum akhirnya menjawab, ”Hamba sudah tidak tahan lagi Yang Maha Mulia.” Iblis terus mengatur nafasnya yang tidak karuan, seperti ada sesuatu yang membuatnya kecewa, yang sudah lama tersekat dikerongkongnya sejak ribuan tahun lalu dan mau saja dilkeluarkan semahu2nya. “Perasaan hamba sudah tidak karuan, fisik dan mental tertekan habis dengan ulah manusia2 zaman sekarang, wahai Padukaku.” ujarnya lagi.
Iblis kemudian terlihat mulai menenangkan dirinya. “Bagaimana hamba tidak tertekan Padukaku Yang Mulia.” kali ini mimik-mukanya serius. “Ada Hakim yang seharusnya menegakkan hukum, malah terlibat korupsi berjuta-juta.”

“Ada menteri yang `tong-kosong`, berperut gendut menghabiskan uang rakyat, bekas menteri pula berpoya2 duit hasil laku tidak amanah”
“Ada Yang Berhormat itu pula sibuk melarikan istri orang dan pasang dua tiga bini”
“Anggota Mahkamah Agung pula udah terbelenggu kuasanya dekat korupsi dan konspirasi.”

” Kalau Anggota Dewan, usah ditanyalah Paduka, sebagian mereka masih sibuk dan resah gunakan kekuasannya sana sini, ada tu hobinya berplesiran keluar negeri pakai uang rakyat dengan dalih mencari liburan.” “Sebagian mereka pula masih terus dengan agenda menipu rakyat, dan sebagian lain pula ada yang sedang asyik bergelumang memeras pengusaha”
“Ada pulak tu tokoh ulama yang janggutnya saja udah panjang memutih, sebagian mereka juga dikenal sebagai ustadz, yang mahir menggunakan ayat2 Al-Quran aje udah macam air, yang semestinya jadi ikutan umat, eh…malah melakukan pelanggaran seperti pengikut Nabi Lut.”
Iblis menggeretukkan geliginya, mengeleng2kan kepala pertanda memendam muak luar biasa.
“Hamba khawatir Padukaku Yang Mulia” sambungnya lagi selepas beberapa ketika mengambil nafas.
“Hamba benar2 khawatir justru hamba pula yang tergoda oleh manusia.” Dan demikianlah tautan dari email yang saya terima pada pagi itu dan dibenak saya tetap terselubung misteri, tentang tujuan teman sy mengirimkan email tersebut kepada saya.
`Moral of the story`, jadi jelaslah, apabila sesaorang yang berstatus pemimpin itu, yang seharunya jadi `role model`, dan bila ia tidak memiliki akhlak yang `karimah`, maka keburukannya berpotensi menjadi ikutan dan berpotensi berbahaya mengoncangkan sendi2 kehidupan bermasyarakat.
Apa yang menjadi tuntutan, adalah akhlak yang fitrah, moral yang suci, yang melahirkan sifat2 terpuji, yang jauh dari sikap hina dan tercela, yang menghadirkan kejujuran dan membuang jauh kedustaan, yang mampu menghadirkan amanah serta menjauhkan penghianatan, yang menghadirkan kesejahteraan, kesantunan dan menjauhkan kesewenang2an. Jujur itu Emas.

Dengan Kasih Sayang, Manusia dan Bumi Bisa Bersanding

Ada dua ajaran dasar yang merupakan dua kutub di mana manusia hidup di muka bumi. Pertama, rabb al-'alamin. Al-Quran menegaskan bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan semesta alam, bukan Tuhan manusia atau sekelompok manusia. Jadi, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan semua alam. Manusia dan alam adalah sama di hadapan Tuhan. 
Kedua, rahmatan li al-'alamin, artinya manusia diberikan sebagai amanat untuk mewujudkan segala perilakunya dalam rangka kasih sayang terhadap seluruh penghuni bumi. Suri teladan seperti ini secara nyata terekam dalam ritual-ritual agama. Dalam pelaksanaan ibadah haji misalnya, seseorang yang berihram dilarang untuk mencabut (mematikan) pohon dan tidak boleh membunuh binatang.
Dengan kata lain, Islam mengajarkan manusia untuk menumbuhkan rasa cinta dan hormat terhadap alam sekitar, baik makhluk hidup ataupun benda mati, layaknya manusia (QS. Al-An'am:38). Begitu juga seluruh alam yang berupa benda mati, harus dilihat sebagai makhluk Tuhan yang sebenarnya dalam keadaan bersujud kepada Allah SWT (QS. Al-Hajj: 18, al-Isra': 44). Muhammad Saw sendiri telah mengajarkan kita tentang rasa sayang dan cinta terhadap semua makhluk lewat sebuah ungkapan yang sangat indah, saat kembali dari Perang Tabuk menuju Madinah. Seraya menunjuk gunung Uhud, beliau berkata, "Ini adalah Thabah dan ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya" (HR. Muttafaq alaih).
Hadis-hadis tersebut menunjukkan adanya sketsa hubungan yang mencerminkan ketulusan yang mendalam tentang kasih dan cinta terhadap lingkungan (alam).
Ini menunjukkan bahwa manusia secara ekologis merupakan bagian dari bumi (alam). Bumi inilah yang menyediakan berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia dan komponen lainnya. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan bumi dan isinya. Sebaliknya, keutuhan lingkungan tergantung bagaimana kearifan manusia dalam mengelolanya. Karenanya, bumi tidak semata-mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan bumi dan lingkungannya.

Dengan demikian, terutusnya manusia sebagai wakil Tuhan di bumi bukanlah memberi kebebasan mutlak baginya untuk berbuat sewenang-wenang dan melihat bumi lebih inferior darinya. Sebaliknya, sebagai wakil Tuhan, manusia ditugaskan memperlakukan alam dengan penuh kasih sayang. Dengan kasih sayang inilah, manusia dan bumi bisa bersanding secara harmonis. Apalagi manusia terbuat dari tanah, dan tanah itu sendiri berasal dari bumi, sehingga antara manusia dan bumi memiliki ketergantungan satu sama lain.
Allah SWT berfirman: Q.S. Al-Ra'du:04, Al-Naba: 30-33). Manusia, bumi, dan makhluk ciptaan lainnya di alam semesta adalah sebuah ekosistem yang kesinambungannya amat bergantung pada moralitas manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30, Al-Jatsiyah:13).
Meski ayat-ayat tersebut lebih bersifat antroposentris (manusia sebagai penguasa bumi), namun ada perintah untuk mengelolanya dengan segenap pertanggungjawaban. Konsep khalifah sebagaimana disebut dalam surat al-Baqarah ayat 30 bermakna responsibility.
Makna sebagai wakil Tuhan di muka bumi hanya akan berlaku jika manusia mampu melestarikan bumi, sehingga seluruh peribadatan dan amal sosialnya dapat dengan tenang ditunaikan. Dalam konteks ini, melindungi dan merawat bumi, menurut Fakhruddin al-Razi (w. 1209) dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, merupakan suatu kewajiban setiap muslim dan menjadi tujuan universal syariat Islam.
Bahkan, menurut Mustafa Abu Sway (1998), menjaga lingkungan (bumi) merupakan tujuan tertinggi syariah. Gagasan Mustafa Abu Sway tersebut, Fakhruddin al-Razi, dan Yusuf Qardhawi tentunya harus dijadikan suatu terobosan ijtihad tentang pelestarian bumi dan lingkungan dalam ajaran Islam.
Semua itu menunjukkan betapa Allah SWT menciptakan segala sesuatu dalam keseimbangan dan keserasian. Semuanya serba terkait. Jika terjadi gangguan yang luar biasa terhadap salah satunya, maka akan terganggu pula makhluk lainnya. Karenanya, keseimbangan dan keserasian tersebut harus dipelihara, agar tidak terjadi kerusakan. Menjadi tugas manusia sebagai khalifah di bumi ini untuk memelihara dan menjaga keseimbangan dan keserasian tersebut (QS. al-Baqarah:30). Dalam hal ini, hubungan manusia dengan bumi bukanlah hubungan antara penakluk dengan yang ditaklukkan, antara tuan dengan hamba, ataupun antara subyek dengan obyek, melainkan hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia tidak bisa hidup tanpa bumi, dan sebaliknya, bumi sangat membutuhkan manusia.
Karena itulah, konsep kekhalifahan di bumi menuntut adanya interaksi yang harmonis antara manusia dengan sesamanya, sekaligus dengan alam. Islam tidak mengajarkan manusia untuk menjadikan bumi (alam) sebagai alat mencapai tujuan konsumtif, tetapi menjadikan bumi sebagai mitra hidup yang bisa meningkatkan kualitas pengabdian kita kepada Allah SWT.
Semakin baik hubungan atau interaksi manusia dengan bumi, akan semakin banyak manfaat yang bisa diperoleh manusia dari bumi itu. Inilah prinsip etik yang merupakan landasan interaksi dan keharmonisan antara manusia dengan bumi. Dalam arti setiap pengrusakan terhadap lingkungan (bumi) harus dinilai sebagai pengrusakan terhadap diri manusia itu sendiri.

Kemaksiatan Akan Melahirkan Maksiat Lainnya

Sesungguhnya kemaksiatan yang dilakukan seorang hamba akan melahirkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain, sehingga pelakunya susah dan berat meninggalkannya. Sebagian salaf mengatakan: “Sesungguhnya diantara hukuman keburukan adalah terjadinya keburukan setelahnya, dan sesungguhnya di antara pahala kebaikan adalah kebaikan setelahnya”. Jika seorang hamba telah melakukan sebuah kebaikan, maka kebaikan yang berada di dekatnya mengatakan: “Hendaklah engkau mengamalkan aku juga!”. Jika dia telah mengamalkan kebaikan kedua, maka kebaikan ketiga akan mengatakan seperti itu juga , dan begitu seterusnya. Sehingga kebaikan selalu bertambah dan keuntungan berlipat ganda. Sebaliknya, keburukan juga seperti itu. Maka akhirnya ketaatan dan kemaksiatan itu menjadi sifat yang melekat dan keadaan yang tetap ada pada pelakunya.
Jika seorang muhsin (orang yang sudah terbiasa berbuat ketaatan dengan sebaik-baiknya) meninggalkan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya tertekan, bumi yang luas terasa sempit, dan dia merasa seperti ikan yang meninggalkan air. Sampai dia kembali melaksanakan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya akan menjadi tenang dan hatinya menjadi tenteram. Sebaliknya, jika seorang mujrim (orang yang sudah terbiasa melakukan kemaksiatan-kemaksiatan yang besar) meninggalkan kemaksiatan dan menuju ketaatan, maka jiwanya tertekan, dadanya terasa sempit, sampai dia terbiasa melaksanakan ketaatan-ketaatan (Lihat Ad-Da' wa Dawa' karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)
Hal ini diisyaratkan di dalam sebuah hadits Nabi Muhammmad saw dengan sabda Beliau “Hendaklah kamu selalu jujur, karena sesungguhnya jujur itu akan menuntun menuju kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan menuntun kepada surga. Dan tidaklah seseorang selalu berkata jujur dan berusaha menetapi kejujuran, sampai dia ditulis di sisi Allah swt sebagai orang yang sangat jujur. Dan hendaklah kamu selalu menjauhi dusta, karena sesungguhnya dusta itu akan menuntun menuju kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu akan menuntun menuju neraka. Dan tidaklah seseorang selalu berkata dusta dan selalu memilih kedustaan, sampai dia ditulis di sisi Allah swt sebagai orang yang pendusta (HR. Muslim dari 'Abdullah bin Mas'ud)
Oleh karena itu Allah swt melarang kemaksiatan dan sarana-sarananya. Allah swt telah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.Allah swt juga melarang mendekati perbuatan-perbuatan keji itu dan sebab-sebab yang menghantarkan kepadanya. Semua itu sebagai rahmat-Nya kepada para hamba dan menjaga mereka dari perkara yang membahayakan mereka di dunia dan akhirat.
Diantara perbuatan keji yang telah Allah swt haramkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya adalah zina. Allah swt berfirman yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra:32)
Sarana-sarana yang menghantarkan menuju zina juga diharamkan, seperti wanita keluar rumah memakai parfum, membuka aurat kepada orang lain, berbicara manja kepada laki-laki yang bukan mahram, bersafar tanpa mahram, ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan), khalwat (laki-laki berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya), tabarruj (perbuatan wanita yang memamerkan dandanan dan perhiasan), mengumbar pandangan kepada wanita yang bukan mahram, dan lain-lain.
Ketika larangan Allah swt diterjang, maka apakah yang terjadi? Kemaksiatan berantai membelenggu sang pelaku. Akhirnya berujung kepada zina. Ketika si wanita telah hamil karena zina, aborsi ditempuh sebagai solusi. Dengan banyaknya perzinaan, maka aborsi juga semakin meningkat pesat. Padahal di dalam perbuatan aborsi terdapat berbagai bahaya dan pelanggaran syariat yang dilakukan. Maka perlu ada usaha bersama untuk membendung perilaku menyimpang dari agama ini, sehingga harapan mearaih kebahagiaan dunia dan akhirat bisa diraih oleh umat ini dengan ridha ilahi.

Menciptakan Surga Di Rumah

Rumah adalah tempat berteduh bagi setiap individu dalam keluarga dari kesibukan di luar. Di dalamnya menjanjikan sejuta kedamaian dan kasih sayang yang harmonis. Islam sebagai dien sempurna yang mengatur bagaimana mewujudkan kebahagiaan ini, menciptakan rumah sebagaimana slogan “Baiti Jannati’ [Rumahku, Surgaku]. Rumah yang didalamnya ditemukan kedamaian, kasih sayang dan rahmat dari Illahi, laksana sebuah surga di dunia. Ada 10 hal penting yang harus dijadikan panduan dalam menata rumah islami, sebagai berikut.
1. Kebersihan dan Kesucian
Menjaga kebersihan dan kesucian bagi seorang muslim mempunyai nilai tambah, yaitu sebagai hukum syar’i. Karena itu hendaklah seorang muslim harus selalu berada dalam keadaan bersih dan suci, badan, pakaian maupun tempat tinggalnya, yang juga merupakan syarat makbulnya ibadah, khususnya shalat. Misalnya ketika seorang muslim membersihkan najis, maka ia bukan saja membersihkan kotoran secara lahiriyah saja, tetapi juga secara maknawiyah. Untuk itulah setiap jenis kotoran yang tergolong najis mempunyai cara-cara tersendiri dalam membersihkan serta mensucikannya.
2. Mengatur dan menata interior rumah sehingga menjadi indah dan enak dipandang.
“Allah itu indah dan menyukai keindahan’. Hendaknya setiap muslim menyadari hal ini, terutama keindahan rumahnya. Menggunakan pakaian yang rapi dan bersih sesuai dengan situasi dan kondisi, perabot rumah tangga yang teratur rapi pada tempatnya, ruangan yang ditata sesuai dengan fungsi dan kondisi, misalnya sebuah pigura Baitul Haram sepantasnya diletakkan di dinding ruang tamu dan bukan di dapur.
3. Adab merendahkan suara, menjaga rahasia dan tidak membuat gaduh.
Imam Hasan Al Banna mengatakan dalam wasiatnya, “Jangan keraskan suaramu melebihi kebutuhan si pendengar, karena hal yang demikian itu adalah perbuatan bodoh dan mengganggu orang lain.’ Suara keras dalam berbantah-bantahan, gelak tawa terbahak-bahak, suara lengkingan wanita maupun radio atau televisi yang kuat merupakan hal-hal yang sangat sensitif dan dapat memicu perselisihan. Hal tersebut bukanlah etika dalam Islam.
Dalam rumah islami, tentu penghuninya akan selalu berusaha menerapkan etika-etika islami dalam bermuamalah dengan sesama anggotanya dan tetangga lainnya, menjaga kesopanan dalam berbicara, menghormati hak-hak orang lain dan menjaga rahasia yang ada dalam rumah tangganya.
4. Mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ilmu dan ibadah.
Hal yang penting dan utama adalah ilmu-ilmu wajib yang dibutuhkan seperti masalah ibadah, menunaikan amalan fardu [wajib] dan juga amal-amal sunnah serta islami dengan cara mengadakan perpustakaan rumah , ibadah khususnya shalat, puasa, tilawah Qur’an, dzikrullah [mengingat Allah] dan do’a. Semua anggota keluarga harus saling bahu-membahu dalam merealisasikan hal-hal ini. Peran tausiah [saling menasehati] sangat penting dalam menjaga kelangsunagn terlaksananya amalan tersebut.
5. Bersikap sederhana dana makan, minum dan gaya hidup.
Seorang muslim mempunyai tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Ia dituntut untuk senantiasa menyeleksi makanan dan minuman yang dibawa ke rumah, serta memperhatikan kualitas serta kuantitasnya. Menumpuk-numpuk pakaian dan barang yang tidak berguna merupakan pemborosan. Untuk itu setiap kebutuhan yang akan dibeli hendaknya diperhitungkan dulu kepentingan dan manfaatnya.
6. Menjalin hubungan baik dan adab bergaul.
Di dalam rumah yang islami harus diterapkan adab pergaulan yang islami pula. Adab terhadap orang tua adalah menghormatinya, taat kepada keduanya, berbuat baik dan menistimewakan keduanya. Juga suami istri yang bermuamalah dengan baik dan memberikan contoh tauladan kepada anak-anaknya. Manjalin silaturahim dengan karib kerabat dan keluarga jauh. Membiasakan anak-anak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, serta adab-adab baik lainnya.
7. Memperhatikan kesehatan dan olah raga.
“Ada dua kenikmatan yang dilupakan oleh kebanyakan orang, kesehatan dan waktu luang’ [HR. Bukhari].
Islam sangat memperhatikan kesehatan. Dalam hadits lain masalah pentingnya kesehatan dan kekuatan banyak disinggung. Tetapi dalam prakteknya kaum muslimin banyak yang mengabaikan masalah ini. Perhatikanlah masalah kebersihan, udara yang masuk ke dalam rumah, ventilasi, tata ruang serta kerapihan rumah. Hendaknya tiap anggota keluarga dibiasakan untuk berolah raga, jalan kaki atau lari di pagi hari, atau apa pun bentuknya. Alangkah baiknya jika program olah raga tersebut dibarengi dengan dzikrullah dan doa.
8. Melindungi rumah dan anggota keluarga dari akhlak, perilaku yang menyimpang serta menjauhkan mereka dari hal-hal yang haram, makruh dan membahayakan.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS. 66:6]
Seorang muslim selamanya akan selalu aktif melaksanakan tuntutan agama. Begitu pula terhadap keluarganya, dan berusaha untuk menjauhkan diri dan keluarganya dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Kaum muslimin sudah biasa memandang apa yang ada di dalam rumah sebagai aurat yang harus dijaga. Perlu diperhatikan, bahwa ada sebagian pakaian kita yang tidak layak untuk dilihat orang kain, karena hal tersebut akan mengganggu perasaan, tidak enak dan sebagainya. Jangan sampai ada pakaian dalam yang tergeletak sembarangan. Perilaku dan kata-kata yang tidak baik jangan sampai dipraktekkan oleh anggota keluarga.
Hal yang harus dijaga adalah aurat, jangan sampai menampakkan aurat di hadapan orang lain, sekalipun anak kecil. Kemudian interior rumah yangan sampai ada hal-hal yang dilaknat Allah seperti patung atau pun jenis lainnya. Juga hal yang perlu dihindarkan adap-apa yang termasuk kategori “lagho’, makruh dan haram. Seperti kebanyakan acara-acara televisi, radio atau acara lain yang tidak berfaedah, dan membuang waktu.
Anak-anak pun harus senantiasa dijaga gerak-geriknya dari hal-hal yang buruk dan membahayakan, seperti obat-obatan dan benda-benda tajam serta barang pecah belah.
9. Berbuat baik kepada tetangga, menghormati tamu dan bersilaturahim.
Menghormati tamu merupakan salah satu kewajiban bagi seorang muslim. Diantara adab islami bagi orang yang bertamu adalah tidak memberatkan orang yang dikunjungi agar dia menjamu kita sebagai tamu. Seorang muslim harus senantiasa menyiapkan dirinya, rumah dan kaluarganya untuk menerima tamu dan menghormatinya.
Sedangkan adab terhadap tetangga ialah memenuhi hak-hak mereka pada peristiwa-peristiwa tertentu, seperti kegembiraan dan kesedihan, menjaga anak-anak jangan sampai berkelahi dengan anak tetangga dan menghindari kebisingan atau sesuatu yang menyulitkan mereka.
10. Menjaga adab masuk dan keluar rumah.
Hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim dan muslimah dalam keluar dan masuk rumahnya adalah sunnah yang berkaitan dengan masalah tersebut, kaki mana yang harus didahulukan dan memberi salam pada penghuninya.
Sebelum keluar rumah hendaklah menentukan niat, arah tujuan dan mengoraksi diri serta memeriksa barang bawaan. Terutama kaum wanita muslimah bila hendak keluar rumah hendaknya tidak tercium bau wangi-wangian yang dapat memancing laki-laki lain, selalu merapikan dan memelihara hijabnya dan menutup aurat dengan baik jangan sampai salah pakai atau terpiup angin.

Hakikat Istiqomah dan Tanda-tandanya

Sebagian para ulama mengatakan bahwa yang di maksud istiqomah adalah memenuhi perjanjian ketika di alam arwah. Dan dikatakan istiqomah itu beristiqomah pada lahir maupun bathin. Istiqomah orang-orang awam pada lahir adalah mengikuti semua perintah dan menjauhi larangan, dan pada bathin adalah iman dan membenarkan. Sedang istiqomah orang-orang khawash dalam lahir adalah mengasingkan diri dari duniawi dan meninggalkan kemewahan serta kesenangan, dan dalam bathin adalah memisahkan diri dari kenikmatan-kenikmatan surga karena hanya merindukan pertemuan dengan Tuhan yang Maha Penyayang (Syihabuddin).
Abubakar RA. Pernah ditanya mengenai Istiqomah dan berkatalah beliau : “Hendaknya engkau tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.”
Umar RA. Berkata : Istiqomah adalah “Hendaklah engkau tetap terus dalam mematuhi perintah dan menjauhi larangan serta tidak menyimpang seperti penyimpangan musang.”
Usman RA. Berkata : “Istiqomah adalah Ikhlas.” (Ma-aalimut Tanziil)
Sebagian ahli haq berkata : Istiqomah ada tiga macam : 1. Istiqomah pada lisan 2. Istiqomah pada hati 3. Istiqomah tubuh. Istiqomah pada lisan adalah mengabdikan ucapan kalimat syahadat, istiqomah pada hati adalah mengabadikan kebenaran kehendak dalam ibadah, dan istiqomah pada tubuh adalah mengabadikan ibadah dan segala bentuk taat”.
Sebagian ulama berkata : ”Istiqomah itu dengan empat hal : 1. Taat dalam mengimbangi perintah. 2. Memelihara diri dalam mengimbangi larangan. 3. bersyukur dalam mengimbangi kenikmatan. 4. Sabar dalam mengimbangi surga. Kemudian kesempurnaan empat hal di atas adalah harus dengan empat hal yang lain. Kesempurnaan taat itu adalah dengan ikhlas, kesempurnaan memelihara diri adalah dengan bertaubat, kesempurnaan bersyukur adalah dengan mengenal kelemahan diri, dan kesempurnaan sabar adalah dengan mengosongkan hati dari makhluq (Imam An nafasi).
Tanda-tanda Istiqomah
Al-Faqih Abul Laits berkata : Bahwa tanda-tanda istiqomah itu adalah harus memelihara lidah, hati, dan tubuhnya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan sehingga dengan menjalani perinta dan menjauhi  larangan itu maka insya Allah kita akan menjadi orang-orang yang istiqomah Aamiin. Apa saja tanda-tanda istiqomah itu :
1. Memelihara lidah agar tetap adil yaitu menempatkan lidah untuk berkata jujur. Sebagaimana Allah SWT berfirman :” WA IDZAA QULTUM FA’DILUU” Artinya ”Dan apabila kamu berkata, maka jujurlah.”
Jangan sampai lidah kita dipergunakan untuk menggunjing, karena firman Allah SWT : ”WALAA YAGHTAB BA’DHOKUM BA’DHOO” Artinya : ” Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”. (QS. Al-Hujurat : 11)
2. Menjaga hati untuk menjauhi dari buruk sangka. Karena firman Allah SWT : ”IJTANIBUU KATSIIRAN MINAZH ZHONNI INNA BA’DHOZH ZHONNI ISMUN” Artinya: ”Jauhilah oleh kamu sekalian kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa”. (QS. Alhujurat : 12)
Rasulullah SAW juga bersabda : ”IYYAA KUM WASUU-AZH ZHONNI FAINNAHUU AKDZABUL HADIITS” Atinya :”Takutlah oleh kamu sekalian buruk sangka, karena sesungguhnya prasangka itu cerita yang paling bohong.”
3. Menjauhi sikap meremehkan orang lain, merasa tinggi diri, karena itu merupakan sifat sombong. Firman Allah SWT : ”LAA YASKHOR QAUMUN MIN QAUMIN ’ASAA ANYAKUUNUU KHAIRAN MINHUM” Artinya : ”Janganlah sekelompok orang mengolok-olokan sekelompok yang lain, mungkin kelompok yang diolok-olokkan lebih baik dari pada mereka yang mengolok-olokan.” (QS. Alhujurat : 13)
Oleh karena itu jangan sampai kita merasa paling hebat, paling benar  dengan mengolok-olok kelompok lain menganggap kelompok dirinya paling benar, padahal belum tentu kelompoknya lebih baik, baleh jadi kelompok yang di olok-olok lebih baik dari pada yang mengolok-olok. Kemudian orang yang merasa tinggi diri dan menyombongkan diri. Dalam Al-Qur-an juga Allah SWT berfirman : ”TILKAD DAARUL AAKHIRATI NAJ’ALUHAA LILLADZIINA LAA YURIIDUUNA ’ULUWWAN FIL ARDHI WALAA FASAADAN, WAL’AAQIBATU LILMUTTAQIINA” Artinya : ”Negeri akhirat itu kami sediakan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombangkan dirinya di muka bumi dan tidak berbuat kerusakan. Dan akhir yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Alqoshos : 83)
Maka janganlah menyombaongkan diri karena orang yang sombong tidak akan masuk surga. Sebagaimana hadits rasulullah SAW bersabda : ”LAA YADKHULUL JANNATA MAN KAANA FII QALBIHII MITSQAALA DZARRATIN MINAL KIBRI” Artinya : ”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun sebesar biji sawi.”
Para sahabat bertanya kepada rasul, ya rasulallah apa yang dinamakan sombong itu? Rasul menjawab : ” ALKIBRU BATHRUL HAQQI WA GHOMTUN NAASI” Artinya : ” Sombong adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia.”
4. Memelihara shalat lima waktu dan menginfaqkan harta di jalan Allah. Firman Allah SWT : ” HAAFIZHUU ’ALASH SHALAWAATI WASH SHALATIL WUSTHAA WA QUUMUU LILLAAHI QAANITHIINA ” Artinya : ” Peliharalah shalat-shalatmu dan shalat wusthaa (shalat pertengahan yaitu ashar) dan berdirilah kamu untuk Allah dengan patuh .” (QS. Al-Baqarah : 238). Juga untuk senantiasa memelihara harta kita untuk ditasharufkan di jalan Allah. Sebagaimana Allah berfirman : ” YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU ANFIQUU MIN THOYYIBAATI MAA KASABTUM ” Artinya : ” Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”.(QS. Al-Baqarah : 267)
5. Menahan pandangannya dari segala sesuatu yang diharamkan
”QUL LIL MU’MINIINA YAGHUDDUU MIN ABSHOORIHIM WAYAHFAZHUUNA FURUUJAHUM, DZAALIKA AZKAA LAHUM, INNALLAAHA KHOBIIRUN BIMAA YASHNA’UUNA” Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An Nuur : 30).
Mengapa kita diperintahkan menahan pandangan matanya dari sesuatu yang haram, karena kalau kita tidak bisa menahan pandangan mata kita maka akan berakibat pada sesuatu yang lebih bahaya lagi, maka ayat di atas berlanjut pada kalimat peliharalah kemaluannya.
6. Jangan sampai berlebih-lebihan. Firman Allah SWT : ”INNAL MUBADZ-DZIRIINA KAANUU IKHWAANASY SYAYAATHIINA, WALAA TUBADZ-DZIR TABDZIIRAN ” Artinya : ”Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra : 26) INNAL MUBADZ-DZIRIINA KAANUU IKHWAANASY SYAYAATHIINA, WA KAANASY SYAITHOONU LIROBBIHII KAFUURON Artinya : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS. Al-Isra : 27)
7. Tetap teguh pada sunnah dan berjamah. Karena Allah SWT berfirman :
“WA ANNA HAADZAA SHIROOTII MUSTAQIIMAN FATTABI’UUHU, WA LAA TATTABI’US SUBULA FATAFARROQO BIKUM AN SABIILIHII, DZAALIKUM WASH SHOOKUM BIHII LA’ALLAKUM TATTAQUUNA”Artinya :“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al An’am : 153)

HAKIKAT QOLBU DAN RUH

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing & menolong kita agar dapat senantiasa
menjadi insan yang berakal. Yang mampu mengendalikan dan mengarahkan dorongan hawa
nafsu serta gejolak syahwat  yang ada pada diri kita sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang
ditetapkan oleh Allah SWT, sehingga dengan izin & pertolongan-Nya kita dapat meningkatkan
lagi derajat ruh kita menjadi “Qolbu” dan “Ruh”.

Qolbu
Ketika nafsu sudah reda dari perbuatan-perbuatan maksiat-maksiatnya & mulai tenang
karenanya, namun terkadang masih berubah-ubah diantara sadar & lalai, atau antara ingat &
lupa  antara dorongan taat & maksiat, maka ia dinamakan “Qolbu”.
Orang yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu maka ia sudah dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat & dosa dengan ringan & tenang, karena dorongan-dorongan hawa
nafsu untuk berbuat maksiat & dosa sudah mulai reda dari dirinya. Bahkan ia merasa malu
kepada Allah jika muncul keinginan berbuat maksiat,  serta gelisah hatinya jika berbuat khilaf.
Rosulullah SAW bersabda :  “Ketika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah apa saja yang
kamu kehendaki” (HR. Bukhari & Muslim). Ini menunjukkan bahwa jika ruh sudah sampai derajat
qolbu, maka akan tumbuhlah rasa malu kepada Allah yang akan menjadi benteng yang sangat
kokoh dari  keterjerumusan  kepada perbuatan nista & dosa.
Ibadah bagi orang yang berderajat qolbu sudah terasa indah & nikmat. Sholat & dzikirnya
khusyu’, do’a & munajatnya sungguh-sungguh, amalnya ikhlas, pembicaraanya bermakna &
akhlaknya mulia.
Seorang mukmin yang derajat ruhnya sudah naik ke derajat qolbu maka hatinya sudah
mulai dimasuki “Nurullah” atau “Cahaya-cahaya Allah”, hidayah & ilmu karunia-Nya meresap &
bercahaya di dalam qolbunya, sehingga ia dapat dijadikan tempat bertanya & meminta fatwa.
Rasulullah SAW bersabda  :”Mintalah fatwa kepada qolbumu. Kebaikan itu adalah yang
menentramkan nafsu & qobu, sedangkan dosa adalah yang menggelisahkan nafsu &
meresahkan qolbu” (HR. Ahmad).
Mukmin yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu, maka keimanannya kepada Allah &
Rosul-Nya begitu suci, kokoh & mendalam, mendahului akal & pikirannya. Satu ayat Allah yang
ia dengar atau baca akan langsung bersinar & mencahayai dirinya, mencahayai orang yang di
sisinya, mendorong amal & membangkitkan semangat berjuang di jalan-Nya. Bahkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah ia baca walaupun akalnya belum sampai pemahamannya atau  bukti belum
ditemukannya, jika itu adalah berita atau janji dari Allah, ia akan mengimani & meyakininya.  
Para sahabat Rasulullah SAW adalah gambaran pribadi-pribadi berderajat qolbu ini.
Sesaat setelah masuk Islam, satu ayat Al-Qur’an yang ia dengar atau baca, kemudian satu
taushiah Rasulullah yang ia terima akan merubah kepribadiannya, membangkitkan amalnya &
mengobarkan semangat jihadnya.
Tidak sedikit sahabat Rasulullah SAW yang telah menjadi “Pahalawan Islam” yang luar
biasa jasanya dalam dakwah Islam walaupun belum sempat khatam Al-Qur’an, karena beliau
syahid di medan jihad sebelum Al-Qur’ an selesai diturunkan. Diantara sahabat tersebut adalah
Mush’ab Bin Umair,  Hamzah Bin Abdul Muthalib, Zaid Bin Haritsah, Abdullah Bin Rawahah &
Ja’far Bin Abi Thalib. Allah SWT berfirman :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut asma Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayatayat-Nya, maka bertambahlah iman mereka (karenanya)” (QS.8. Al-Anfaal : 2).
“Ruh” yang sudah sampai derajat “Qolbu” senantiasa “Tawajjuh”, menghadap Allah SWT
baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Hamba-hamba Allah yang berqolbu bersih
atau selamatlah yang akan beruntung & mulia di saat menghadap Allah di akhirat kelak. Allah
SWT berfirman :”Pada hari yang tiada gunanya harta benda & anak-anak, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan qolbu yang selamat” (QS.26. As-Syu’araa’ : 88-89).

Ruh
Ketika qolbu sudah disinari cahaya-cahaya  “Tawajjuh”, terus-menerus cahaya tawajjuh
itu datang ke dalamnya, kemudian ia merasa tenang menghadap Allah & tuma’ninah di dalam
dzikir kepada-Nya, maka ia dinamakan “Ruh”. Ruh yang telah sempurna sebagai ruh.
Ruh akan senantiasa merindukan saat-saat  “Tawajjuh”, yaitu saat-saat menghadap &
mendekat kepada Allah. Ia akan merasakan ketenangan yang tidak terkira di saat dzikir, ibadah
& aktifitas amal-amal sholih lainnya. Di dalam sholat ia sangat menikmati & hanyut dalam khusyu’
saat menggetarkan kalimat  “Inni Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathorossamaawaati  wal ardho …”
yang artinya “Sesungguhny aku menghadapkan wajahku (beserta seluruh jiwa ragaku) ke Hadirat
Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi …..”. Tawajjuh yang sungguh-sungguh ini disambut oleh
Allah yang kemudian memancarkan ke dalam dirinya cahaya-cahaya “Muwajahah”, yaitu cahaya
menghadap-Nya Allah untuk menerima tawajjuh-nya ruh seorang hamba. Jadi  “Ruh” adalah
permulaan tempat bersinarnya cahaya-cahaya “Muwajahah”.
Jika Allah sudah memancarkan cahaya “Muwajahah” ke dalam ruh seorang hamba-Nya,
maka mulailah tersingkap hijab dari dirinya & terbukalah pintu untuk masuk ke Hadirat Allah, Dzat
Yang Paling Dicintai oleh seorang hamba.
Orang yang sudah sampai derajat  “Ruh” ini, terkadang mulai muncul dalam
kehidupannya  “Khoriqul ‘Adat”, yaitu hal-hal yang diluar kebiasaan kebanyakan orang, baik
yang berupa  “Ma’unah”  atau  “Karomah”. Ma’unah adalah pertolongan Allah yang diberikan kepada orang-orang mu’min yang taat  & istiqomah, sedangkan “Karomah” adalah pertolongan &
penghormatan dari Allah kepada para  “Waliyullah”. Waliyullah ialah orang-orang yang sangat
dicintai dan disayangi oleh Allah SWT. Ia dikaruniai oleh Allah kesanggupan sholat, dzikir, baca
Al-Qur,an, puasa & ibadah-ibadah lain lainnya yang luar biasa. Do’anya mustajab sehingga dapat
menjadi jalan pertolongan Allah bagi sesamanya. Kekuatan pendengaran, pandangan & tenaga
jasadnya dapat menjadi luar biasa. Bahkan, ia terkadang diberi karunia oleh Allah SWT dapat
mengetahui sesuatu yang tersembunyi atau belum terjadi.
Rosulullah SAW bersabda, bahwa Allah SWT berfirman (dalam Hadits Qudsy):”Tidaklah
seorang hamba taqurrub (mendekat)  kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada
dengan segala sesuatu yang Aku wajibkan atasnya. Dan terus-menerus hamba-Ku taqorrub
kepadap-Ku dengan amal-amal sunnah sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintaiNya, maka Aku menjadi pendengaran-Nya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya
yang dengannya ia melihat,  menjadi tangannya yang dengannya ia memukul & menjadi kakinya
yang dengannya ia berjalan. Dan sungguh, jika ia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku akan
memberikannya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan
melindunginya” (HR. Buhkhari).
Semoga Allah SWT membersihkan ruh kita dan memberikannya derajat yang tinggi di
sisi-Nya. Wallaahu A’lam Bisshowaab.


Pertanyaan  :
AsSalaamu’aikum Wr. Wb.
Ustadz saya ingin bertanya :
1. Mengapa saya kalau mau menjalankan ibadah sunnah terasa malas ?
2. Kenapa rasanya ingin keluar dari tempat bekerja agar bisa ibadah ?
Jawaban :
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
1. Orang yang malas ketika akan atau sedang melakukan sesuatu biasanya karena ia belum
memahami manfaat apa yang ia lakukan atau hasil yang akan ia dapatkan. Orang akan
malas belajar jika ia belum tahu bahwa belajar adalah proses menjadi orang yang berilmu,
dan ilmu adalah modal menjadi orang yang sukses. Orang akan malas bekerja jika ia belum
tahu bahwa hasil dari pekerjaannya akan dapat menjadi jalan tercukupinya kebutuhan
hidupnya dan terbangunnya kehormatannya. Oleh karena itu agar semangat dalam ibadah
baik wajib maupun sunnah, kita harus terus memperdalam pemahaman kita terhadap
manfaat dan balasan yang akan Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya yang taat
beragama & tekun beribadah. Rosulullah SAW bersabda, “Orang yang Allah kehendaki lebih
baik (nasibnya), maka Ia akan mendalamkan pemahamannya dalam agama”. Selain itu
masukilah lingkungan yang kondusif untuk ibadah dan bersahabatlah dengan orang-orang
shalih yang sudah dekat dengan Allah SWT sebagaimana yang telah dilakukan oleh para
Sahabat Nabi SAW. Juga berdo’a kepada Allah, karena Dia Yang Maha Kuasa memberi
taufiq, hidayah & ‘inayah kepada kita untuk menjadi orang yang kuat, tekun dan istiqomah
dalammibadah.
2.  Pekerjaan adalah bagian dari tempat & saat kita beribadah kepada Allah. Jika Allah memberi
kita lapangan pekerjaan atau peluang usaha,  maka hakikatnya itu adalah bagian dari masjid
tempat kita bersujud atau sajadah tempat kita beribadah kepada Allah di jam-jam kerja &
aktifitas. Selagi tanpa jalan pekerjaan atau usaha  itu kebutuhan hidup kita belum tercukupi,
hati & pikiran risau, serta tamak dengan pemberian orang lain, maka pekerjaan atau usaha
belum boleh di tinggalkan. Meninggalkan pekerjaan atau usaha dalam kondisi seperti ini
adalah termasuk  “Syahwat yang tersembunyi” yang merupakan tipu daya syetan. Kita baru
dibolehkan meninggalkan kerja dan usaha dhohiriah jika tanpa itu semua kebutuhan kita
tetap tercukupi, tidak tamak terhadap pemberian orang lain, dan fokus kita di dalam “Ibadah
& Tafaqquh Fiddiin” menentramkan hati & pikiran kita serta “Lebih Bermanfaat bagi Ummat”.
Rosulullah SAW bersabda,  “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat  bagi
sesama manusia”.
 

BERIMAN KEPADA YANG GHOIB

salah satu akidah islam adalah beriman{menyakini} adanya hal'' ghaib.bahkan,kenyakinan ini merupakan sifat utama yang di sematkan allah kepada orang'' yang bertaqwa,sebagaimana firman'nya:

''alif lam mim.kitab {al-Qur'an} ini tidak ada keraguan padanya;petunjuk bagi mereka yang bertakwa,{yaitu} mereka yang beriman kepada yang ghaib,yang mendirikan sholat,dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka...''{Al-Baqarah:1-3}


karena itu,seorang muslimwajib mengimani hal yang ghaib dengan keimanan yang mantap,tanpa di campuri keraguan dan kebimbangan sedikitpun.
Menurut abdullah bin mas'ud pengertian ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa kita indera,dan allah serta rasul'ny telah memberitahukan perkara{ghaib} ini kepada kita.
  Dalam hal ini jin merupakan salah satu makhluk ghaib yang harus kita yakini keberada'an nya.sebab,banyak sekali dalil yang menyatakan tentang hal ini,baik dari Al-Qur'an maupun Al-hadits.


  Dalil dari Al-qur'an:
''dan {ingat lah}ketika kami hadapkan serombongan jinkepadamu yang mendengarkan al-qur'an,maka tatkala mereka menghadiri pembaca'an{nya} lalu mereka berkata:''Diam lah kamu {untuk mendengarkan nya}.''ketika pembaca'an telah selesai mereka kembali kepada kaum nya {untuk} memberi peringatan.''{Al-Ahqaf;29}.




''Hai golongan jin dan manusia,apakah belum datang padamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri yang menyampaikan ayat-ayat ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini mereka berkata:''kami menjadi saksi atas diri kami sendiri,''kehidupan dunia telah menipu mereka,dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri,bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.''{Al-An'am:130}




''hai segenap bangsa jin dan manusia,jika kamu sanggup menembus {melintasi} penjuru langit dan bumi,maka lintasilah,kamu tidak dapat menembus ny kecuali dengan kekuatan.''{Ar-Rahman:33}




''katakan lah {hai muhammad},'telah di wahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan {Al-qur'an},lalu mereka berkata,''sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-qur'an yang menakjubkan.''{Al-Jin:1}




''dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.''{Al-Jin:1}




Dlil dari hadits:
     1.imam muslim meriwayatkan dalam shahih ny:abdullah bin masud bercerita,''kami pernah bersama rasulullah pada suatu malam,tiba'' kami kehilangan beliau.maka kami pun bergegas mencari beiau di bukit,lembah dan pegunungan.kami berkata,'apakah beliau di culuk atau di bunuh?'.sehingga malam itupun menjadi malam terburuk yang pernah kami lalui dalam kehidupan kami.pada pagi harinya,tiba'' beliau dtang dari arah gua hira.dan kami berkata.'wahai rasulullah,kami kehilangan engkau,lalu kami bergegas mencari-cari baginda,tetapi kami tidak menemukan engkau,malam tadi merupakanmalam terburuk yang pernah kami lalui.'beliau bersabda,'aku di datangi oleh seorang juru dakwah dari bangsa jin,lalu aku pun berangkat bersamnaya untuk membacakan al-qur'an kepada teman-teman'ny.


  ibnu mas'ud melanjutkan ceritanya,'lalu nabi mengajak kami untuk memperlihatkan bekas-bekas yang di tinggalkan mereka dan bekas cahaya mereka.jin-jin tersebut juga menanyakan kepada rasulullah makanan apa yang harus mereka makan.maka beluiau bersabda,'makanan kalian adalah tulang binatang yqng kalian temukan dan ketika menyembelihnya di sebutkan nama allah,dan itu merupakan makanan yang paling banyak daging nya,serta kotoran binatang.'kemudan rasulullah bersabda,'janganlah kamu istijak {cebok} dengan kedua benda ini,karena kedduanya adalah makanan pokok bagi saudara-saudaramu {bangsa jin}'.''


    2.dari abu said al-kudri,dia berkata''rasulullah pernah bersabda kepadaku:
''aku perhatikan kamu sangat menyukai kambing dan mengembalakan nya ke lembah.jika kamu berada di suatu lembah bersama kambingmu,lalu kamu ingin mengumandangkan suara adzan untuksholat,keraskan lah suaramu.karena setiap jin,manusia dan apa saja yang mendengar suara muadzin yang mengumandangkan adzan,kelak akan menjadi saksi bagi nya di hari kiamat'.''




      3.imam al-bukhari dan muslim meriwayatkan dalam kedua kitab shahih'ny:abdullah bin abbas berkata.''pada suatu hari rasulullah bersama serombongan shahabat pergi menujupasar ukazh.ketika itu,setan-setan merasa terhalang {tidak bisa} mendengarkan berita dari langit {yang menjadi kebiasa'an ny} dan mereka juga di lempari bintang-bintang.akhirnya para setan itu kembali kepada kaum mereka.
maka kaum mereka bertanya.''ada apa dengan kalian?
  mereka menjawab.''sesungguhnya kita terhalang untuk mendapatkan berita langit dan bintang-bintang juga di emparkan ke arah kita.''mereka berkata,''berita langit tidak mungkin terhalang dari kalian,kecuali ada sesuatu yang terjadi.oleh karena itu,berpencarlah kalian menuju penjuru timur dan barat,lalu carilah apa sebenarnya yang membuat berita langit tidak bisa kalian dengar!''maka,sekelompok setan yang pergi ke arah tihamah,mendapati rasulullah yang hendak berangkat ke pasar ukadz sedang beristirahat di nakhlah {nama sebuah tempat}.sa'at itu beliau bersama para shahabat sedang melaksanakan shalat shubuh.

   ketika mereka mendengar baca'an al-qur'an rasulullah,merekapun menyimaknya dengan seksama.lalu di antara mereka berkata kepada yang lain,''demi allah,inilah yang menghalangi kalian untuk mendengarkan berita langit.''maka ketika kembali lagi kepada kaum mereka,mereka berkata,''wahai kaum kami,sesungguhnya kami telah mendengarkan baca'an al-qur'an yang sangat menakjubkan.ia menunjukan kepada jalan kebenaran,maka kamipun beriman kepadanya.dankami tidak akan menyekutukan rabb ami dengan sesuatu apapun.kemudian allah menurunkan firman'nya:
''katakan lah{hai muhammad}' telah di wahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan {al-qur'an}',lalu mereka berkata sesungguh nya kami telah mendengarkan al-qur'an yang menakjubkan'.''{Al-Jinn:1}


    yang di wahyukan kepada rasulullah ini adalah perkata'an jin sedangkan dalil-dalil yang menunjukan keberada'an mereka masih banyak.insa'allah akan anda temukan di sela'' pembahasan ini.




tidak bisa di lihat,bukan berarti tidak ada

    jika tidak bisa melihat jin di jadikan dalil bahwa jin tidak ada,maka berapa banyak sesuatu yang tidak bisa kita ihat,namun pada hakikat'ny ia ada.sebagai contoh:arus listrik tidak bisa kita lihat di kabel listrik tetapi kita bisa tahu bahwa ia ada melalui bekas-bekasnya pada lampu atau yang lain'ny.
begitu pula udara yang tiap hari kita hirup untuk bernafas,kita tidak bisa melihatnya,tetapi dapat merasakan keberada'an nya.
bhkan,ruh{nyawa} yang merupakan salah satu penyangga kehidupan kita,karenanya kita bisa hidup dan tanpanya kita mati,tidak bisa kita lihat dan ketahiu hakikatnya.
namun demikian,kita menyakini keberada'an nya.

Kamis, 29 Maret 2012

RUQYAH


Dalam Kesempatan ini Ijinkan saya Yang Dhoif Ingin menyampaikan Sedikit Artikel Di Karenakan Keterbatasan dan Kebodohan Saya Mengenai Pengobatan, Dalam Hal Ini Saya Menyampaikan Artikel “ RUQYAH “. Ruqyah adalah Metode Pengobatan dengan Ayat Al-Quran, Dzikir dan Wirid., Ruqyah adalah Suatu Tekhnik Pengobatan yang dianjurkan Dalam Islam dan Disamping Ruqyah kita juga berusaha Ikhtiar dengan Pengobatan yang dilakukan dengan Medis.
Wa Idzaa Maridhtu Fa Huwa Yasyfiin : Dan Apabila Aku Sakit maka Dia Penyembuhku
( QS Asy-Syu’araa : 80 ), Wa Nunazzilu Minal Qur-aani Maa Huwa Syifaa-uw wa Rohmatul Lil Mu’Miniina : Dan Kami Turunkan Dari Alquran itu sebagai penyembuh dan rahmat bagi orang-orang Mukmin ( QS Al-Israa : 82 )
Langkah-Langkah Awal untuk Technik Ruqyah Adalah kita Memohon Kepada Allah SWT Untuk Penyembuhan penyakit apabila penyakit yang datangnya karena Allah mohon diberikan obat dan penyembuhan dan apabila Penyakit yang datangnya akibat gangguan makhluk Lain mohon dimusnahkan dan di berikesembuhan karena Seizin Allah SWT.
1 – Mengucapkan Istiqfar lalu dilanjutkan Dengan Niat Untuk Penyembuhkan Penyakit hanya Karena Allah Semata “ Bismillaahir Rohmaanir Rohiim Yaa Allah dengan Se-IzinMu, Dan Dengan RidhoMU Serta Ridho Kedua Orang Tua Mohon Disembuhkan (Nama Yg Diruqyah Bin/Binti ),apabila Penyakit Ini datang karena Engkau Hamba Mohon diberikan obat dan Penyembuhan dengan Ruqyah ini sebagai obat,dan Apabila Penyakit ini datang Karena Mahluk lain Hamba Mohon Disembuhkan dan Di Musnahkan dari Pengaruh JIN atau Syetan yang berada di Tubuh (Nama Yg Diruqyah Bin / Binti ), Laa Illaaha Illaa Antaa, Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaahil’Aliyyil’Azhiim
2 – Tawasul Kepada Nabi Muhammad Rasululloh SAW.
3 – Membaca Sholawat Syifaa Atau Sholawat Thibbil Qulub 1 X
Sholawat Syifaa:
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
“ Allahumma Sholi Alaa Sayyidina Muhammadin Thibbil Qulubi Wa dawa’ihaa Wa Afiyatil Abdani Wa Syifa’ihaa Wa Nurill Abshori Wa Dhiya’Ihaa Wa Quwtila arwahi Wa Ghidza’ihaa Wa Alaa alihii Wa Shohbihii Wa Salliim”.
Diteruskan Dengan membaca :
4 – Bismillahil-Ladzi Laa yadhurru Ma’as-mihi Syai-un Fil Ardhi Wa Laa Fis Sama-i Wa Huwas-Sami’ul Aliim . ( 3 x )
5 – A’udzu Bikalimatillahit-tammatillati Laa Yujawizu Hunna Barrun Wa La Fajirun Min Syarri Ma Kholaqa Wa Dzaro-a Wa Baro-a Wa Min Syarri Ma Yanzilu Minas-sama-I Wa Min Syarri Ma yakh’ruju Fiha Wa Min Syarri Ma Dzaro-a Fil Ardhi Wa Min Syarri Ma Yakhruju Minhaa, Wa Min Syarri Fitanillailli Wannahar, Wa Min Syarri Tho-wariqillailli Wannahar Illaa Thoriqon Yatruqu Bikhoirin Yaa Rohman. ( 1 X )
6 – Bismillahi Arqika Wallahu Yasyfika Min Kulli Da-in Yu’dzika Wa Min Kulli Nafsin Au’ainin hasidin, Allahu Yayfika Bismillahi Arqik. ( 3 x )
7 – Allahumma Robban-nasi Adz-hibil ba’sa Isyfi an-tasy-syafi laa syifa-a illa syifa-uku syifa-an Laa yughadiru Saqoma. ( 3 x ).
8 – A’udzu Bikalimatillahit-tammati Kulliha Min Syarri Ma Kholaqa. ( 3 x )
9 – A’udzu Bikalimatillahit-tammati Min Ghodhobihi Wa Iqobihi Wa Min Syarri Ibadihi Wa Min Hamazatisy-Syayathini Wa an Yahdhurun. . ( 1 x )
10 – A’udzu Bikalimatillahit-tammati Min Kulli Syaithon Wa Hammatin Wa Min Kulli A’inin Lammah . ( 3 x )
11 – Robbi a’udzu Bika Min Hamazatisy-Syayathin, Wa a’udzu bika Robbi An Yahdhurun. ( 3 x ).
12 – Membaca Surat Al-faatiha . ( 1 X )
13 – Membaca Surat Al-Baqoroh , Ayat 1 – 5. ( 1 X )
“ Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Aliif Laammiim. Dzaalikal Kitaabu Laa Roiba Fiihi Hudal Lilmuttaqiin Alladziina yu minuuna bil ghoibi wa yuqii Muunash-sholaata Wa Mimmaa Rozaqnaahum Yunfiquun Walladziinaa Yu Minuuna bimaa unzila ilaika wa maa unzila min qobliq Wa bil aakhirotihum yuuqinuun. Ulaa-ika alaa hudam mir robbihim wa ulaa-ika humul muflihuun.”
14 – Membaca Surat Al-Baqoroh , Ayat 102 , ( 3 X atau 7 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wattaba’uu Maa tatlusy Syayaathiinu alaa Mulki Sulaimaana Wa maa Kafaro Sulaimaanu Walaakinnasy Syayaathiina Kafaruu Yu’allimuunan naasa sihro wa maa unzila ala malakaini bi baabila haaruuta wa maaruuta wa maa yu’allimaani min ahadin hattaa yaquulaa innamaa nahnu fitnatun fa laa takfur fa yata’allamuuna Min Hummaa Maa yufarriquuna bihii bainal mar-I wa zaujihii wa maa hum bi dhoorriina bihii min ahadin illaa bi idznillaahi wa yata’allamuuna Wa laqod alimuu la manisy taroohu maa lahuu Fil Akhiroti Min kholaaqiw Wa La Bi’sa Maa Syarau bihii anfusahum Lau Kaanuu Ya’lamuun “
15 – Membaca Surat Al-Baqoroh , Ayat 163 – 164 . 1 X
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wa Ilaahukum Ilaahuw Waahid Laa Illaaha Illaa Huwar Rohmaanur Rohiim. Inna Fii Kholqis samaawaati wal ardhi wakhtilaafil lailli wan Nahaar wal fulkil latii tajrii fil bahrii bi maa yanfa’un naasa wa maa anzalallaahu minas sama-i mim maa in fa ahyaa bihil ardho ba’da mautihaa wa batstsa fiihaa min kulli daabbatin wa tashriifir-riyaahi was sahaabil musakh-khoir bainas-sama-i wal ardhi laa aayaatilli qaumiy ya’ qiluun “
16 – Membaca Surat Al-Baqoroh , Ayat 255 / Ayat Kursi . 1 X
17 – Membaca Surat Al-Baqoroh , Ayat 285 – 286, 1 X
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Aamanar rosuulu bi maa unzila ilaihi mir robbihii wal mu’minuuna kullun aamanaa billaahi Wa malaaikatihii wa kutubihii wa rosullihii laa nufarriqu baina ahadim mir Rosulihii wa qooluu sami’naa wa atho’naa ghufraanaka robbanaa wa ilaikal mashiir. Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa lahaa maa kasabat wa’alaihaa mak tasabat Robbanaa laa tu aakhidznaa in nasiinaa au akhto’naa robbanaa wa laa tahmil allaina ishron ka maa hamltahuu allal ladzinaa min qoblinaa robbanaa wa laa tuhammilna maa laa thoqotolanaa bihii wa’fu annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maulaanaa fan shurnaa alal qoumil kaafiriin “
18 – Membaca Surat Ali – Imron , Ayat 18 – 19 , 1 X
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Syahidallaahu annahuu laa illaaha illaahuwa wal malaaikatu wa ullul ilmi qooimam bil qisthi laa illaaha illaa huwal aziizul hakim. Innad dinnaa indallaahil islamu wa makhtolafal ladziina uutul kitaaba illaa mim ba’di maa jaa-a humul ilmu baghyam bainahum wa man yakfur bi aayaatillaahi fa innallaaha sarii’ul hisab”.
19 – Membaca Surat Al– A’Raaf , Ayat 54 – 56 , 1 X
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Innaa Robbakumullahul ladzi kholaqos-samaawaati wal ardho fii sittati ayyaa min tsumma tawaa alal arsyi yughsyii lailan naaharo yathlubuhuu hatsiitsaw wasy syamsa wal qomaro wan nujuuma musakhkhorootim bi amrihii allaa lahul kholqu wal amru tabaarokallaahu robbul’aalamiin. Ud’uu Robbakum tadhorru’aw wa khufyatan innahuu laa yuhibbul mu’tadiin. Wa laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlaahihaa wad’uuhu khaufaw wa thoma’an inna rohmatillahii Qoriibum minal Muhsiniin “.
20 – Membaca Surat Al– A’Raaf , Ayat 117 – 122 , ( 5 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wa auhainaa illaa Muusaa an alqi ashaaka fa idzaa hiya talqofu maa ya’fikuun Fa waqo’al haqqu wa bathola maa kaanuu ya’maluun.
Fa ghulibuu hunaalika wan qolabuu shooghiriin.
** WA – ULQIYAS SAHAROTU SAAJIDIIN …… 33 X
Qooluu aamannaa bi robbil aalamiin ,Robbii Muusaa wa Haaruu.
21 – Membaca Surat YUUNUS , Ayat 81 – 82 , ( 5 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Fa Lammaa alqau qoola Muusaa maa Ji’tum bihis sihr
** INNALLAAHA SA YUBTHILUH…. 33 X , Innallaaha Laa yushlihu’amalal mufsidiin Wa yuhiqqullaahul haqqo bi kalimaatihii wa lau karihal mujrimuun “.
22 – Membaca Surat THAA-HAA , Ayat 69 , ( 7 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wa alqi Maa Fii Yamiinika talqof Maa Shona’uu innamaa shona’uu kaidu saahiriin wa laa yuflihus saahiru haitsu ataa “.
23 – Membaca Surat , AL-Mu’Minuun , Ayat 115 – 118 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. A Fa Hasibtum annamaa Kholaqnaakum’abatsaw wa annakum ilainaa laa turja’uun. Fa ta’aalallaahu malikul haqqu laa illaaha illaa huwa robbul ‘ arsyil kaariim. Wa may yad’u maa allaahi illaaha aakhor laa burhaana lahuu bihii fa innamaa hisaabuhuu inda robbihii innahu laa yuflihul kaafiruun. Wa Qur Robbigh Fir War Ham Wa Antaa Khoirur Roohimiin “.
23 – Membaca Surat , ASH-Shaaffaat , Ayat 1 – 10 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wash Shooffaati Shoffaa faz zaajirooti zajroo Fat taaliyaati dzikroo Inna Illaahakum lawaahid Robbus samaawaati Wal ardhi wa maa bainahumaa wa robbul masyaariq Innaa Zayyannas samaa-ad dunyaa bi ziinatinil kawaakib Wa hifzhom min kulli syaithoonim maa-rid Laa Yassamma’uuna illaal mala-il aalaa wa yuqdzafuuna min kulli jaanib, Duhuuraw wa lahum adzaabuw waashib. Illaa Man Khothifal khathfata fa at ba’ahuu syihaabun tsaaqib “.
23 – Membaca Surat , AL-Ahqaaf , Ayat 29 – 32 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Wa Idz Shorofnaa Ilaika Nafarom Minal Jinni Yastami”uunal Qur-aana Fa lammaa hadhoruuhu qooluu anshituu Fa Lammaa Qudhiya wallaw illaa qoumihim Mundziriin, Qooluu Yaa Qoumanaa Innaa Sami’naa Kitabaan unzila mim ba’di muusaa mushoddiqol lii ma baina yadaihi yahdii illaal haqqi wa illaa thoriiqiim mustaqiim Yaa qoumanaa ajiibuu daa’iyallaahi wa aaminuu bihil yaghfir lakum min dzunuu bikum wa yujirkum min’adzaabin aliim, wa mal laa yujib daa’iyallaahi fa laisa bi mu’jizin fil ardhi wa laisa lahuu min duunihii auliyaa-u ullaa-ika fii dholaalim mubiin “.
24 – Membaca Surat , Ar-Rahmaan , Ayat 33 – 36 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Yaa Ma’syarol Jinni Wal insi Inistatho’tum an tanfudzhuu min aqthooris-samaawaati wal ardhi fanfudzuu laa tanfudzuuna illaa bi sulthoon Fa bi ayyi aalaa-I robbikumaa tukadziban Yursalu ‘alaikumaa syuwaazhum minnaaiw wa nuhaasun fa laa tantasshiroon, Fa Bi ayyi aalaa-I robbikumaa tukadziban
25 – Membaca Surat , AL-Hasyr , Ayat 21 – 24 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim.Lau Anzalnaahaadzal Qur-aanaa allaa jabalil la ro’aitahuu khaasyi’am mutashoddi’ammin khasyyatillaahi wa tikal amtsaalu nadhribuhaa lin naasi la’allahum yatafak-karuun,Huwallaahul Ladzii Laa Illaaha illaa Huwa’aalimul ghoibi wasy syahaadati huwar rohmaanur rohim,Huwallaahul Ladzii laa illaaha illaa huwal malikil qudduusus salaamul mu’minul muhaiminul aziizul jabbaarul mutakabbiru Subhaanallaahi ammaa yusyrikuun, Huwallaahu khooliqul baari’ul mushowwiru lahul asmaa-ul husnaa yusabbihu lahuu maa fis samaawaati wal ardhi wa huwal ‘Aziizul Hakiim. “
26 – Membaca Surat , AL-JINN , Ayat 1 – 9 , ( 1 X )
“Bismillaahir Rohmaanir Rohiim.Qul uuhiya ilayya annahus tama’a nafarum minal Jinni Fa qooluu innaa sami’naa qur-aanan’ajaba Yahdii illaar rusydi fa aamannaa bihii walan nusyrika bi robbinaa ahadaa,wa annahuu ta’aalaa jaddu robbinaa mat takhodza shoohibataw wa laa wa ladaa, Wa annahuu kaana yaquulu Safiihunaa’alallahi syathothoo Wa annaa zhonannaa al lan taquulal insu wal jinnu ‘alallaahi kadzibaa, Wa annaahuu kaanaa rijaalum minal insi ya’uudzuuna bi rijaalim minal Jinni Fa Zaaduuhuum Rohaqoo,Wa annahum zhannuu ka maa zhonantum al lay yab’atsallaahu ahaadaa, Wa anna Kunnaa Naq’udu minhaa maqoo’idalissa’I Fa may yastami’il aana yajid lahuu syihaabar roshadaa”.
27 – Membaca Surat , AL-IKHLAS, ( 1 X )
28 – Membaca Surat , AL-FALAQ, ( 1 X )
29 – Membaca Surat , AN – NAAS, ( 1 X )